AdCoba

Thursday 25 November 2010

Aku Bisa Kuat, Tapi Tidak Sekarang




Malam itu aku datang kepadanya, membawa sebuah berita yang cukup sulit untuk aku katakan kepadanya.

Ia menyambut kedatanganku dengan senyumannya seperti biasa.

Melihat senyumannya, aku semakin tidak tega untuk menyampaikan ini.

Aku tidak sampai hati untuk menghapus senyumannya.

Namun cepat atau lambat, ia akan tahu. Dan bagiku, semakin cepat ia tahu, maka semakin baik.

Ini adalah waktu terbaik untuk menyampaikannya.

Aku mengatakan semuanya dengan sedikit ragu.

Aku harap suaraku tidak bergetar--Mungkin tidak. Bagiku malah terdengar mantap.

Setelah selesai, aku menatap wajahnya. Aku bersiap menerima yang terburuk.

Ketakutanku tidak menjadi kenyataan.

Ia menerimanya dengan wajah tersenyum.

Ia mengangguk kecil dan mengecup pipiku.

"Tenanglah. Aku justru akan marah jika kau tidak pergi."

Kalimat itu ia katakan dengan ringannya.

Hatiku terasa sangat lega. Ketakutanku tidak menjadi kenyataan.

ia kemudian menghiburku dan membuatku bisa merasa santai setelah melalui hariku yang cukup melelahkan.

Aku menonton TV sambil berbaring dan meluruskan kakiku.

Kami berdua menonton sebuah acara TV komedi yang biasa kami tonton jika sedang bersama.

Beberapa saat kemudian, salah satu tokoh di acara tersebut membaut lawakan yang sangat lucu.

Aku meledak tertawa, namun tidak dengan dirinya.

Aku heran melihat tingkahnya. Aku duduk dan melihat ke arah wajahnya.

Wajahnya sembab dilukisi air matanya.. Ia berusaha menyembunyikan wajahnya yang sedang menangis dengan bantal yang ia peluk, namun aku lebih cepat.

Aku mengelus rambutnya dan membiarkannya bertengger didadaku.

Dalam sekejap, aku bisa merasakan sesuatu yang basah membasahi bajuku--air matanya.

"Kalau kamu memang merasa berat, aku bisa melepaskannya."

"Pergilah. Kau harus pergi. Pergilah." Katanya dibalik isakannya.

"Tapi Aku tak bisa kalau melihatmu seperti ini."

"Kau berjanji untuk membuatkan aku sebuah istana. Kau berjanji akan menjemputku dengan kereta labu. Maka kau harus pergi. Kau harus menggapai semuanya."

Dari kata-katanya, aku semakin berpikir.

Yang paling aku inginkan dalam hidupku adalah terus melihatnya tersenyum.

Jika ini adalah salah satu yang harus aku lakukan untuk bisa selalu melihat senyumnya, maka, ini akan aku lakukan walau awalnya perih.

Kemudian muncul sebuah pengakuan yang tak pernah aku sangka sebelumnya.

Saat kami berkelahi dulu, ia selalu ingin jauh dariku.

Tak bertemu lama denganku.

Ia sama sekali tak menyangka kata-katanya akan terkabul dengan cara seperti ini.

Ia berkata sangat menyesali kata-katanya.

Tanpa ia tahu bahwa aku tak pernah berhenti menyesal pernah memarahinya...

Aku mungkin terlalu naif.

Aku mungkin terlalu congkak.

Tapi aku tidak terbuat dari batu.

Selesai ia mengatakan itu, perasaanku begitu tersentuh.

Kemudian...

sebutir air mata ikut menetes dari pipiku.

"Katakan, apa yang harus aku lakukan. Aku tak bisa melakukannya jika kau seperti ini." Kataku sambil memeluknya. berusaha menyembunyikan tetesan air mataku.

"Aku akan kuat. Aku bisa kuat, tapi tidak sekarang.

Tapi yakinilah bahwa nanti aku pasti akan kuat menghadapi semua ini.

Dan kemudian, kita akan bahagia untuk selamanya."

Ia mengatakan itu sambil menyeka air matanya, kemudian ia tersenyum lepas melihat wajahku.

Aku berjanji, akan selalu memelihara senyuman itu di wajahnya.

Aku berjanji akan menjadi yang terbaik untuknya.

Sampai suatu saat nanti sebuah istana akan kudirikan untuknya.

Dan akan kujemput dia dengan kereta labu yang telah kujanjikan.

Sampai pada saatnya nanti aku bisa terus berada di sisinya.

Saling menemani satu sama lain sampai akhirnya salah satu dari kami harus berpisah untuk selamanya.

-She's the piece of my heart-

Cintailah dia selagi kau bisa

Manfaatkanlah waktu yang kau punya bersamanya selagi kau memilikinya

Karena tidak mungkin selamanya kau bisa berada di sisinya

Namun jika tujuanmu adalah membahagiakannya,

Kau pasti akan selalu menemukan jalan untuk kembali kepelukannya.

- Atriary 020109 -